Sabtu, 02 April 2011

Resensi Film "Garuda di Dadaku"


A. Identitas Film

Jenis Film :
Drama – Semua Umur (general))

Produser :
Shanty Harmayn

Produksi :
Sbo Films Dam Mizan Productions

Sutradara :
Ifa Isfansyah

Penulis :
Salman Aristo

Pemain :
Emir Mahira (Bayu), Aldo Tansani (Heri), Marsha Aruan (zahra), Ikranagara (kakek bayu), Maudy Koesnaedi (ibunda bayu), Ary Sihasale , Ramzi


B. Resensi Film Garuda Di Dadaku

Garuda Di Dadaku adalah film keluarga yang bercerita tentang Bayu, seorang anak SD, yang mempunyai mimpi menjadi seorang pemain bola dan masuk ke Tim Nasional Indonesia. Bayu mempunyai bakat bermain sepak bola dari ayahnya yang dulunya juga adalah seorang pemain sepak bola. Sayangnya, cita-cita Bayu itu ditentang oleh sang kakek yang lebih senang cucunya mengikuti berbagai macam kursus demi masa depannya. Ternyata kakek mempunyai alasan yang kuat kenapa ia melarang Bayu bermain bola.

Ayah Bayu yang dulunya seorang pemain bola mengalami cedera berat pada waktu itu sehingga tidak bisa bermain bola dan akhirnya hanya menjadi seorang supir taksi. Sampai akhirnya ia tidak bisa menjadi seorang pemain bola yang hebat dan sukses. Kakek Bayu tidak mau nasib yang sama menimpa Bayu cucu yang ia sayangi. Bayu yang benar-benar mencintai sepak bola tidak mau begitu saja menuruti apa kata kakeknya. Apalagi ketika secara tiba-tiba ia mendapat tawaran beasiswa di sebuah sekolah sepak bola terkenal di Jakarta yang dapat membantunya masuk ke Tim Nasional Indonesia. Alhasil, Bayu dibantu oleh temannya, Heri, harus menyembunyikan hal ini dari kakek Bayu dan berlatih secara diam-diam. Heri adalah seorang anak orang kaya yang menggilai sepak bola tetapi sayangnya ia tidak bisa bermain bola karena ia adalah penyandang cacat dan harus duduk di kursi roda. Oleh sebab itu Heri sangat senang dan menjadikan dirinya sebagai manajer Bayu yang memfasilitasi Bayu begitu rupa demi mewujutkan cita-cita Bayu. Secara tidak sengaja mereka bertemu dan berteman dengan Zahra, seorang anak perempuan penjaga kuburan yang ikut mendukung cita-cita Bayu dengan mengijinkan Bayu berlatih di kuburan tempat ia tinggal. Setelah menemukan tempat berlatih pun usaha Bayu untuk meraih cita-citanya tidak berjalan dengan mulus.

Masalah pun muncul ketika Bayu membohongi kakeknya yang mengira bahwa ia berbakat menjadi seorang pelukis. Tidak diduga kakek datang dan melihat Bayu di sekolah sepak bolanya dan tiba-tiba ia terserang penyakit jantung dan dilarikan ke rumah sakit. Bayu merasa bersalah dan menyesal telah membohongi kakeknya. Ia memutuskan untuk berhenti bermain bola dan tidak berteman lagi dengan Heri karena ia menyesal telah mengikuti nasihat Heri. Tak disangka kakek Bayu sadar bahwa ia salah dan mendukung Bayu bermain sepak bola. Akhirnya Bayu kembali ikut seleksi tim dan kembali bersahabat dengan Heri. Dengan dukungan ibu, kakek, Heri dan Zahra, Bayu berhasil lolos seleksi masuk Tim Nasional Indonesia dan menggapai cita-citanya selama ini.

Tokoh utama dalam film ini adalah Bayu, seorang anak yang duduk di bangku sekolah dasar yang terus berusaha keras menggapai mimpinya menjadi pemain sepak bola. Ia memiliki fisik yang kecil tetapi mepunyai semangat tinggi walaupun ia tinggal di tengah keluarga yang sederhana tanpa ayahynya yang sudah meninggal. Tokoh yang lain adalah Heri, teman satu sekolah Bayu yang juga menggilai sepak bola. Ironinya ia tidak bisa bermain bola karena ia seorang penyandang cacat walaupun dengan kekayaan orang tuanya ia bisa membeli semua barang yang berhubungan dengan sepak bola. Satu lagi sahabat Heri dan Bayu adalah Zahra. Ia adalah seorang anak perempuan yang tinggal dengan kakeknya yang adalah seorang penjaga kuburan. Zahra digambarkan sebagai anak perempuan yang agak lusuh karena ia dan kakeknya hanya tinggal di kuburan dan hidup dengan sangat pas-pasan. Tidak seperti teman sebayanya, Zahra tidak bisa melanjutkan sekolah tetapi di akhir cerita ia mendapatkan kesempatan lagi untuk melanjutkan sekolah dasar.

Tema film ini adalah usaha seorang anak menggapai cita-citanya. Film ini mempunyai pesan bahwa kita harus berusaha dan tidak boleh menyerah dalam mencapai mimpi dan cita-cita kita. Kita juga harus mensyukuri apa yang kita punya karena ada orang-orang yang tidak seberuntung kita. Misalnya Bayu yang mempunyai talenta dan kesempatan untuk bermain bola tetapi Heri tidak bisa karena ia seorang penyandang cacat. Sebaliknya Heri mempunyai fasilitas-fasilitas dan orang tuanya yang tidak melarang hobi sepak bolanya, tetapi Bayu tidak bisa leluasa bermain sepak bola.

Jika dibandingkan dengan realita yang ada, film Garuda Di Dadaku bisa dibilang mewakili realita hidaup yang ada di Indonesia. Seperti film keluarga lainnya yang mengangkat usaha seorang anak dalam meraih mimpinya. Saya suka film Garuda Di Dadaku karena ini bukan film tentang cinta yang kadang membosankan dan juga film ini dapat ditonton oleh semua umur dan kalangan karena tidak mengandung unsur kekerasan. Film ini juga dapat membangkitkan rasa cinta dan nasionalisme bangsa terhadap Indonesia khusunya di dunia sepak bola Indonesia.

C . Kelebihan dan Kekurangan
kelebihan film ini tidak hanya bagus tetapi juga mendidik karena penuh dengan motivasional , persahabatan yang tulus , semangat untuk mencapai cita-cita , hubungan baik yang di jalain antara anak dan orang tua , dan tentu saja film ini membangkitkan semangat nasionalisme .

kekurangan film ini peran kakek kurang gereget karena kakek yang sejak awal membenci sepak bola dan selalu menghalangi cucunya agar tidak bermain bola diperlihatkan dengan ekspresi yang sangat emosional , yang membuktikan bahwa ia seolah-olah bangga dengan apa yang ia takutkan selama ini .

D. Saran
menurut saya jika durasi film ini ditambah mungkin lebih seru .

1 komentar: